RSS

Monthly Archives: February 2011

Kepemimpinan Hamba (Servant Leadership)

Sebuah Tipologi Kepemimpinan dalam Cara Pandang Kristen

Oleh : Dr. Sonny Eli Zaluchu, M.A., M.Th

Disampaikan dalam Sidang Sinode ke-V GNKP Indonesia Tahun Juni 2010 di Gunungsitoli Nias. Juga dimuat dalam buku “Tunaikan Tugas Pelayanan” di terbitkan dalam rangka Sidang Sinode BNKP ke 55 Tahun 2010 di Medan.

Mitos kepemimpinan yang paling berbahaya adalah bahwa seorang pemimpin tercipta saat dilahirkan – bahwa ada faktor genetik pada kepemimpinan. Mitos itu juga menegaskan bahwa manusia memiliki atau tidak memiliki sifat karismatik tertentu. Itu semua adalah omong kosong; nyatanya, yang benar adalah kebalikannya. Para pemimpin dibentuk dan bukan dilahirkan (Warren G. Bennis)

Pendahuluan

Banyak orang salah mengerti tentang kepemimpinan. Mereka beranggapan bahwa kepemimpinan melekat di dalam kekuasaan, posisi atau jabatan. Anggapan klasik tentang kepemimpinan adalah seseorang yang memiliki posisi tertentu atau jabatan tertentu di dalam sebuah organisasi. Melalui posisi, kedudukan dan kekuasaan yang dimilikinya, orang menjadi takut dan segan.

Saya pernah memiliki paham seperti itu waktu menjadi guru di sebuah SMU di Kota Semarang . Membuat murid-murid takut dan tunduk pada saya, merupakan kehormatan yang layak saya terima sebagai seorang pemimpin di tengah-tengah mereka. Saya beranggapan bahwa posisi (sebagai seorang guru) memang telah menentukan kedudukan saya sebagai seorang pemimpin. Ternyata semua itu tidak betul. Pemimpin tidaklah lahir dari kedudukan atau posisi. Bahkan lebih dari itu, pemimpin tidak dilahirkan tetapi dibentuk.

Banyak orang yang menjadi pimpinan di sebuah organisasi telah salah kaprah bertahun-tahun menganggap dirinya (lahir) sebagai seorang pemimpin. Yang disebut pemimpin bukanlah pimpinan. Kepemimpinan, seperti disebutkan oleh John Maxwell dalam bukunya Developing Leader within You, adalah pengaruh. Dengan demikian, pemimpin adalah seseorang yang memiliki pengaruh kepada orang lain. Semakin luas pengaruhnya maka semakin besar lingkup kepemimpinannya. Pengaruh apa? Pengaruh untuk bergerak mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Read the rest of this entry »

 
Leave a comment

Posted by on February 18, 2011 in Leadership

 

Reposisi Gereja dalam Perkembangan Teologi Abad 21

Oleh : Dr. Sonny Eli Zaluchu, M.A, M.Th

Dimuat di Jurnal Pasca Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia (STBI) Semarang. Volume 7/No. 1/Maret 2010 halaman 115-137

Pendahuluan

Abad 21 adalah salah satu abad yang menantang pemikiran manusia terutama dalam memahami dan menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan Allah. Mengapa? Salah satu ciri dalam abad ini adalah pencapaian yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sedemikian rupa sehingga orang menjadi lebih bergantung pada semua pencapaian tersebut yang nyata-nyata menolong dan meningkatkan efektifitas bahkan kualitas hidup. Teknologi seolah-olah telah menjadi jawaban bagi semua kebutuhan manusia modern. Ruang dan waktu tidak lagi menjadi batasan antar manusia untuk saling membangun hubungan. Informasi bergerak dengan cepat melalui sambungan internet. Dunia yang semula tersekat oleh politik, budaya dan batas teritorial berubah menjadi global dan menyatu dalam gerak dinamis teknologi yang semakin merasuk di dalam segala aspek kehidupan manusia. Perkembangan tersebut memperlihatkan tanggap positif di satu sisi selama teknologi itu digunakan untuk mempermudah kehidupan manusia. Tetapi tanggap negatif akan muncul manakala semua kemajuan tersebut, ternyata berbalik menjadikan manusia sebagai objeknya, tersandera oleh hasil pikirannya sendiri melalui sejumlah produk teknologi dan justru mereduksi makna Allah yang transenden.

Salah satu contohnya adalah, kecenderungan manusia untuk semakin berpikir praktis (pragmatisme), berorientasi pada pengetahuan atau akalnya (rasionalisme) dan meringkas berbagai kerumitan, proses tradisional yang rumit dan bertele-tele, dalam sebuah shortcut teknologi sehingga bukan saja tenaga dan waktu yang di hemat, melainkan efektifitas dan efisiensi, termasuk didalamnya urusan modal dan sumber daya manusia. Orientasi manusia berubah karena mengarah pada hal-hal yang bisa dibuktikan, melibatkan pengalaman dan hasil pengamatan yang otentik (empirisme). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dua aliran filsafat yang pernah muncul di abad pertengahan (rasionalisme dan empirisme) dan satu aliran filsafat abad sembilan belas (pragmatisme), seolah kembali mendapat tempat di dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Inilah yang kelak membentuk kecenderungan baru teologi abad ke-21 yang berusaha menyingkirkan Tuhan dari panggung aktifitas manusia dan membawa pengaruh signifikan bagi pembentukan serta perkembangan teologi abad ke-21. Hal ini akan dibahas pada bagian selanjutnya makalah ini.

Read the rest of this entry »

 
Leave a comment

Posted by on February 18, 2011 in Theology

 

Tantangan Postmodernisme terhadap Finalitas Alkitab

Oleh : Dr. Sonny Eli Zaluchu, M.A. M.Th

Dipublikasikan dalam JURNAL PASCA, Sekolah Tinggi Theologia Baptis Semarang, Volume 7/No. 2/Oktober 2010 halaman 96-107

Pendahuluan

Gugatan terhadap finalitas Alkitab tidak akan pernah selesai. Selama manusia masih mengandalkan rasio dan kemampuan nalarnya dalam melakukan kajian atau analisa terhadap seluruh Alkitab, selama itu pula, kebenaran-kebenaran yang ada didalamnya akan selalu dipertanyakan. Sekaligus hal ini merupakan peluang dan tantangan. Disebut peluang karena, pasti Alkitab akan kembali membuktikan dirinya bahwa ia merupakan buku dari segala buku (the book of books) yang tidak pernah lekang oleh waktu, selalu

mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan satu-satunya kitab yang menuntun pada jalan kebenaran. Kebenarannya tidak terbantahkan. Gugatan terhadap finalitas Alkitab justru akan mengokohkan kredibilitas Alkitab itu sendiri. Dengan demikian, orang-orang yang bersandar pada kebenaran yang ada didalamnya akan memiliki peluang membuktikan bahwa apa yang mereka yakini itu, benar adanya dan reliable. Sekaligus memberi tantangan apologetik yang menjelaskan bahwa Alkitab bukan saja memiliki pertanggungjawaban teologis, melainkan dapat diungkap kebenarannya dari sudut pandang sejarah, geografi dan arkeologi. Tantangan semakin keras mengingat, zaman selalu mencatat adanya penemuan-penemuan terbaru, yang lahir dari kajian pemikiran manusia tentang eksistensi, temuan arkeologi bahkan perkembangan dinamis dalam arus teologi. Semuanya itu menimbulkan sejumlah tanda tanya yang berujung pada satu pertanyaan tunggal, “Apakah Alkitab itu benar?” Werner Keller, yang mencoba melakukan riset sejarah dan arkeologi mengenai Alkitab akhirnya tiba pada satu kesimpulan dengan mengatakan, The Bible is right after all.[1]

Read the rest of this entry »

 
Leave a comment

Posted by on February 18, 2011 in Theology