RSS

Monthly Archives: April 2011

Pesan Paskah 2011: Ayam Berkokok di St. Peter Gallicantu

Oleh : Sonny Eli Zaluchu
Dimuat di Harian Suara Pembaruan, Sabtu, 23 April 2011 hal 4.

SEBUAH Gereja di tanah suci (Holyland) memiliki identitas khas di pintu dan atapnya. Di pintu gerbang masuk gereja itu tertulis Ecclesia Catholica Sancti Petri in Gallicantu. Di bagian puncak atap kubahnya ada salib yang di atasnya dipasang patung ayam jantan. Kedua ciri itu menegaskan bahwa tempat tersebut berkaitan dengan Petrus, seorang murid Yesus, yang pernah tiga kali menyangkal gurunya, demi menyelematkan dirinya sendiri. Gereja itu diyakini sebagai bekas rumah Kayafas yang ditandai dengan sejumlah bukti arkeologis berupa kamar bawah tanah tempat tahanan, lapangan, satu set takaran Ibrani yang hampir lengkap, kamar tidur bujang dan di atasnya sisa sisa bangunan bangunan gereja Byzantine. Di kiri bangunan itu juga ditemukan tangga kuno dari batu yang diyakini seumur dengan masa Kristus melayani di dunia. Sebagaimana kesaksian Alkitab, di tempat itulah, Yesus pertama kali dihakimi.

TRAGEDI KOKOK AYAM
Jauh sebelumnya Yesus telah memperingatkan murid-muridNya di bukit Zaitun mengenai rencana penangkapanNya. Demikian hebatnya peristiwa itu Yesus menggunakan kalimat, “Malam ini kamu semua tergoncang imannya karena Aku.” Tentu saja para murid kaget termasuk Petrus. Serta-merta murid Yesus yang temperamental ini menimpali, “Sekalipun mereka semua tergoncang iman-Nya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.” Sungguh gagah perkasa perkataan itu. Entah lahir dari hati nurani yang murni atau emosi belaka, sang murid mencoba meyakinkan gurunya bahwa apapun yang terjadi, bahkan sekalipun taruhannya nyawa, dirinya tidak akan tergoncang dan tidak akan meninggalkan gurunya. Seakan menyampaikan pesan profetik, Yesus mengatakan kepada Petrus, bahwa, “Malam ini sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.”

Maka tidak heran, di puncak atap kubah gereja ini, dipasang patung ayam jantan yang melambangkan peristiwa tersebut. Petrus pada akhirnya menyangkal sang guru ketika orang-orang yang berkerumun di tempat itu mengenalinya sebagai salah seorang pengikutNya. Takut ikut ditangkap dan dihukum, keluarlah perkataan penyangkalan dari mulut Petrus, “Aku tidak mengenal orang itu.” Tiga kali maksud itu diutarakan pada orang yang berbeda menjelang pagi waktu setempat. Ayam jantan berkokok ! Sesaat setelah menyadari suara kokok ayam jantan itu, Petrus sadar bahwa apa yang dikatakan gurunya, tidak meleset.

Ayam jantan itu bukan sekedar patung hiasan demi mengenang penyangkalan Petrus semata. Patung itu adalah momumen yang mengingatkan setiap gerenasi di dalam kekristenan bahwa dimanapun dan kapanpun seseorang diperhadapkan pada kepentingan dan keegoisan, atau keselamatan dirinya, takbiat Petrus akan terulang di dalam dirinya. Penyangkalan adalah sebuah usaha dengan sengaja mengingkari kebenaran demi menyelamatkan diri dan kepentingan pribadi. Usaha ini tentu saja menyudutkan atau mengorbankan orang lain dan membiarkannya menanggung sendiri hukuman yang ada.

Seberapa sering kita menyaksikan takbiat tersebut di dalam berbagai pentas seperti politik, kekerabatan, lingkungan kerja dan market place, dimana seseorang, bahkan mungkin kita sendiri, dengan gampang berdalih dan mengingkari fakta demi usaha menyelamatkan posisi, jabatan, karir, kepentingan atau periuk nasi bahkan ambisi kita sendiri. Kokok ayam adalah sebuah ironi di dalam kehidupan manusia di bawah kolong langit ini, dimana di setiap masa dan ras yang berbeda, akhirnya dipersatukan dalam satu takbiat buruk yang selalu melekat di dalam diri mereka, cari selamat sendiri ! Sifat egoisme Petrus terus terwariskan dan kecenderungan mencari selamat sendiri tetap jadi warna abadi dalam diri manusia. Panggung politik Indonesia adalah salah satu contoh konkritnya. Seharusnya dengan keberanian mengungkap fakta, banyak masalah bangsa yang selama ini terlihat seperti ‘abu-abu’ akan berubah terang benderang. Persoalannya, adakah manusia yang berani menjadi whisteblower tanpa takut dituding balik atau terseret dalam fakta konspiratif seperti yang umum kita saksikan terus menerus di Indonesia?

Read the rest of this entry »

 
Leave a comment

Posted by on April 25, 2011 in News Paper Opinion

 

Bank dan Praktik Premanisme

Dimuat di Harian Suara Pembaruan, 6 April 2011 halaman 4

Oleh : Sonny Eli Zaluchu

BUKAN rahasia umum mengetahui sepak terjang para penagih hutang atau debt collector (DC) di dalam sistem perbankan kita di Indonesia. Meskipun praktek tersebut tidak tertuang di dalam UU Perbankan atau dilegalkan secara hukum, pratek dan keterlibatan DC seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem perbankan itu sendiri. Mengapa? Cara ini tidak saja efektif tetapi sangat menguntungkan bank atau siapapun yang berada di dalam bisnis jasa keuangan untuk mendapatkan kembali tunggakan hutang dari klien-nya yang mencoba mangkir atau berkelit terhadap kewajiban keuangannya. Menempuh lewat jalur formal (hukum) pasti akan berbelit-belit. Selain memakan waktu, juga membutuhkan biaya dan menyita konsentrasi. Apalagi jika yang ditangani adalah puluhan bahkan ratusan tunggakan hutang berkasus, seperti bunga kartu kredit yang berlipat kali ganda dari nilai utang. Tentu saja bank tidak mau memboroskan perhatiannya di sana. Maka pilihan menggunakan ‘penagih hutang’ adalah solusi tercepat dan teraman. Tercepat karena uang yang tertunggak biasanya cepat kembali. Teraman karena bank tidak harus melakukan pekerjaan kotor memaksa orang membayar hutangnya.

Masalahnya adalah para penagih hutang ini seringkali bertindak buruk dan brutal. Bahkan sama sekali tidak tahu aturan. Kasus terakhir yang mencuat adalah tewasnya seorang nasabah sebuah bank yang sedang terlibat kasus hutang-piutang di dalam ruang kantor bank tersebut. Belakangan diketahui bahwa para pelaku penganiayaan itu bukan karyawan resmi melainkan pegawai outsource yang bertanggung-jawab melakukan pekerjaan penagihan kepada klien-klien bermasalah di bank itu. Lepas dari apakah kasus ini melibatkan lembaga secara institusional atau tidak, tewasnya klien di tangan para penagih hutang di kantor bank yang memakai jasa mereka, membuat rasa kemanusiaan kita terusik. Sedemikian parahkan sistem perbankan kita sehingga menempuh cara-cara yang tidak manusiawi di dalam menghadapi kliennya sendiri?

Read the rest of this entry »

 
Leave a comment

Posted by on April 6, 2011 in News Paper Opinion

 

ETIKA KRISTEN DAN PEMBANGKANGAN TERHADAP PEMERINTAH

PENDAHULUAN

Sebuah berita di Koran Tempo memberitakan tindakan demonstrasi yang di lakukan warga Porsea, Sumatera Utara kepada pemerintah, terkait protes mereka kepada pemerintah yang mengijinkan PT Toba Pulp Lestari beroperasi kembali. Padahal, ditengarai pabrik tersebut menjadi salah satu sumber pencemaran lingkungan disekitarnya yang merugikan penduduk. Masyarakat di sana merasa bahwa pemerintah lebih membela kepentingan pemilik modal daripada memperhatikan kesejahteraan mereka sebagai penduduk asli dan juga kelestarian lingkungan hidup. Merasa tidak di dengarkan suaranya dan mendapat perlakuan represif dari aparat keamanan, masyarakat Porsea memilih melakukan beberapa hal sebagai berikut, (a) Mogok pergi ke sawah dan memilih melakukan aksi demo di lokasi pabrik. Hal ini dilakukan oleh ibu-ibu untuk mendukung para suami dan dalam menghadapi tindakan represif dari aparat keamanan; (b) Para ibu di Porsea juga rela melanggar nilai, budaya, dan tradisi Batak dengan cara mewujudkan protes sambil beraksi membuka baju dan celana; (c) Masyarakat Porsea juga sepakat tidak pergi ke hari pekan atau hari pasar kecamatan yang biasanya digelar setiap Rabu. Mereka lebih memilih untuk membuka pasar-pasar kecil setiap minggu di masing-masing desa sebagai wahana memperjualkan hasil bumi; (d) Masyarakat Porsea juga memutuskan untuk tidak membayar segala macam bentuk pajak, mulai dari pajak bumi dan bangunan sampai pajak kendaraan bermotor. [1]

Tindakan protes warga negara terhadap pemerintah dengan cara damai dan tanpa kekerasan seperti dilakukan oleh masyarakat Porsea tersebut menurut Ball adalah salah satu bentuk dan ciri perlawanan yang disebut pembangkangan sipil atau civil disobediance yang dilakukan oleh warga negara terhadap pemerintah.[2] Selanjutnya menurut Ball, salah satu prinsip penting dalam pembangkangan sipil yaitu harus dilakukan tanpa kekerasan (nonviolent) dan lebih merupakan gabungan antara gerakan moral dan praktis.[3] Dengan demikian disimpulkan bahwa pembangkangan sipil adalah salah satu bentuk perlawanan masyarakat terhadap pemerintah yang sah bahkan terhadap hukum yang telah ditetapkan oleh negara. Menyikapi kejadian tersebut, muncul pertanyaan penting bagi kita, apakah pembangkangan terhadap pemerintah, entah dilakukan dengan kekerasaan atau tidak, dibolehkan dalam perspektif Kristiani? Namun, pertanyaan yang paling pokok adalah, bagaimana seharusnya sikap kita sebagai warga negara yang beriman kepada Yesus Kristus menghadapi pemerintahan yang berlaku tidak adil, semena-mena atau jahat terhadap rakyatnya, apakah harus ditaati atau dilawan? Adakah tindakan pemerintah yang jahat tersebut layak diikuti atau ditentang? Bagaimana kita sebagai orang Kristen seharusnya menyikapi hal-hal semacam itu? Artikel ini disusun untuk memberikan satu landasan biblika dan teologis dalam perspektif etika dalam menjawab pertanyaan-pertanyan tersebut.

Read the rest of this entry »

 
Leave a comment

Posted by on April 6, 2011 in Theology